Selamat datang di Warung EMBAH # Blog ini dibuat sejak Oktober 2013 # Motivasi utama untuk berbagi informasi, pengalaman, banyolan, dan lain-lain # Silahkan dilihat, dibaca dan jangan lupa komentarnya # Yang mau jadi followers/member silahkan jangan malu-malu # Semoga bermanfaat...

Saturday, January 6, 2018

Monumen Nasional dan Diorama-Diorama Sejarah Nasional Indonesia ( Tugu Monas )

Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesiauntuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen dan museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00 WIB. Pada hari Senin pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum.


Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai merencanakan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.[1][2][3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.


Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968akibat terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.[4][5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.


Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.[6] Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato[7] sebagai sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan, Dr. Mario, di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.


Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut. Secara kronologis menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, namun beberapa patung dan arca tampak tak terawat dan rusak akibat hujan serta cuaca tropis.


Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru pada masa pemerintahan Suharto.


Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga berputar di dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.[1][8]. Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian. Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman suara Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas. Pada sisi timur terdapat tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi karena kondisinya sudah semakin tua dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara dinding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram[1], akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.[9] Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.

Diorama-Diorama Sejarah Nasional Indonesia :

DIORAMA SISI 1 


BANDAR SRIWIJAYA, ABAD KE 7 – 13
Terletak pada jalur pelayaran antara Indonesia, Cina dan India, berperan penting dalam kegiatan perdagangan sehingga menguntungkan bagi Kerajaan Sriwijaya. Kapal-Kapal asing banyak berlabuh dan pendeta-pendeta Buddha dari Cina sering singgah dan menetap untuk waktu yang lama mempelajari agama Buddha. Bandar Sriwijaya akhirnya berkembang sebagai pusat niaga dan budaya.


CANDI BOROBUDUR, 824
Borobudur didirikan oleh raja Samaratungga dari keluarga Sailendra dengan bantuan sumbangan para penganut agama Buddha secara gotong royong. Keseluruhan bangunan berbentuk stupa raksasa dan mencerminkan alam semesta.  Dalam pembangunan candi, hampir dua ratus ribu kaki kubik batu dipergunakan. Sejumlah 504 arca Buddha dan 1555 stupa besar dan kecil melengkapi monumen Buddha yang megah ini.


BENDUNGAN WARINGIN SAPTA, ABAD KE-11
Setelah raja Airlangga berhasil menyatukan wilayah kekuasaannya kemakmuran rakyat ditingkatkan. Kali Brantas dibendung di dekat Kelagen untuk irigasi serta menanggulangi banjir. Rakyat setempat ditunjuk untuk memelihara bendungan dan sebagai imbalan daerah tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Akibatnya pelayaran kali Brantas bertambah ramai dan pelabuhan Hujung Galuh menjadi pusat perdagangan antar pulau.


CANDI JAWI PERPADUAN SIVAISME – BUDHISME, 1292
Perpaduan Sivaisme dan Budhisme sebagai hasil sinkretisme dapat dilihat pada candi Jawi yang terletak di gunung Welirang. Di sebalah barat daya Pandakan. Candi ini dibangun pada masa raja Kartanegara – raja terakhir Singasari. Puncaknya berbentuk Ratnastupa. Pada bagian atas terdapat Buddha Aksobhya dan di bagian bawah area Siva Mahadewa.


SUMPAH PALAPA, 1331
Sesudah Gajah Mada berhasil menyelesaikan perang Sadeng 1331, maka untuk membela keutuhan Negara Majapahit dia bersumpah tidak akan makan Palapa sebelum nusantara dapat dipersatukan. Sumpah Palapa adalah pendahulu cita-cita persatuan Indonesia yang kemudian diperjuangkan para perintis kemerdekaan sejak 1908.


ARMADA PERANG MAJAPAHIT, ABAD KE-14
Sepeninggal Gajah Mada timbul kesulitan dalam pemerintah Hayam Wuruk. Pemerintah yang baru berusaha mempertahankan keutuhan nusantara dengan mengambil tindakan yang ditujukan kepada kemakmuran rakyat dan keamanan daerah-daerah. Hal ini dibuktikan dengan memperkuat armada perang untuk menjaga keutuhan Nusantara dan mengatasi usaha pengacauan antara lain oleh armada Cina.


UTUSAN CINA KE MAJAPAHIT, 1405
Sejak Majapahit mengalami zaman keemasan, hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangga berlangsung dengan baik. Pengakuan terhadap kedaulatan Majapahit oleh Cina ditandai dengan kunjungan Cheng Ho pada tahun 1405 yang diterima oleh Wikramawardhana.


PERANAN PESANTREN DALAM PENYATUAN BANGSA, ABAD KE-14
Salah satu cara menyiarkan Islam di Indonesia adalah melalui pendidikan di pesantren atau pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai atau ulama. Kegiatan pesantren-pesantren beserta kiai-kiai dalam penyebaran agama Islam dan pengembangan pendidikan masyarakat mempunyai peranan penting dalam proses penyatuan bangsa.


PERTEMPURAN PEMBENTUKAN JAYAKARTA, 22 JUNI 1527
Untuk membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di Malaka, Sultan Trenggono, Demak, mengirim Fatahillah dengan pasukannya dan pada tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan raja Pajajaran. Dalam pertempuran tanggal 22 Juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa, Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim Portugis untuk mendirikan benteng di sana. Nama Sunda Kelapa kemudian diganti dengan Jayakarta yang berarti Kota Kemenangan.


ARMADA DAGANG BUGIS, ABAD KE-15
Pelayaran orang-orang Makassar dan Bugis mulai abad ke-15 sudah meliputi seluruh perairan Nusantara. Gambaran tentang luasnya daerah-daerah yang dikunjungi terlihat dengan jelas pada tulisan tentang hukum laut Amanna Gappa dan peta laut Bugis.


PERANG MAKASSAR
Sultan Hasanuddin membuka pelabuhan Makassar untuk negara-negara yang ingin berhubungan dagang dengan Makassar. Perkembangan Makassar dan sikap Hasanuddin yang menjalankan politik perdagangan bebas dengan negara-negara lain menimbulkan pertentangan dengan Belanda yang menjalankan monopoli perdagangan sehingga akhirnya timbul peperangan. Pada tanggal 8-9 Agustus 1668, Sultan Hasanuddin memimpin  pertempuran mempertahankan benteng Sumbaopu dari serbuan Belanda.


DIORAMA SISI 2


PERLAWANAN PATIMURA, 1817
Berdasarkan Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali di Indonesia, serta mengulangi menjalankan monopoli perdagangandan segala sesuatu yang bersifat ekploitasi dilaksanakan kembali. Rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli Belanda dan kemudian mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Patimura. Pada tanggal 15 Mei 1817 Patimura bersama rakyat menyerbu benteng Duurstede di Saparua dan berhasil merebutnya.


PERANG DIPONEGORO, 1825 – 1830


PERANG IMAM BONJOL, 1821 – 1837

Sekembalinya para ulama dari tanah suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang ditentang oleh kaum adat. Belanda untuk memperkuat kedudukannya kemudian memihak kaum adat. Menyadari kekuasaan Belanda semakin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan oleh kaum ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya antara lain dengan membuat parit-parit pertahanan.


PERANG BANJAR, 1859 – 1905
Untuk menjaga agar hasil bumi Kalimantan seperti batu bara, minyak, karet dan lain –lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain, Belanda berusaha untuk menguasai Banjar melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini menjadi alasan bagi masyarakat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda di bawah pimpinan pangeran Antasari. Penyerangan terhadap kapal Belanda Onrust di Lontartur dilakukan oleh pangeran Suropati, saudara pangeran Antasari.


PERANG ACEH, 1873 – 1904
Aceh menolak tuntutan Belanda agar menghentikan hubungannya dengan negara-negara lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kohler. Serangan pertama Belanda gagal. Bahkan panglimanya, Kohler, gugur dalam pertempuran di halaman Masjid Agung Baiturrahman Banda Aceh. Pembakaran Masjid Agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhdap Belanda.


PERANG SISIMANGARAJA, 1877 – 1907
Dengan dalih bahwa zending sering diganggu oleh pasukan Sisingamangaraja, Belanda melakukan ekspansi ke Tapanuli. Bentrokan pertama dengan Belanda terjadi pada tanggal 15 Februari 1878, setelah Sisimangaraja memberi peringatan kepada pasukan Belanda agar meninggalkan Tapanuli. Perlawanan terhadap Belanda kemudian mendapat bantuan dari rakyat Aceh dan Minangkabau. Dalam pertempuran di Tanggabatu dekat Balige pada 1884, Sisingamangaraja dapat memukul mundur pasukan Belanda.


PERTEMPURAN JAGARAGA, 1848 – 1849
Pada tahun 1841, belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui sebagai lembaga hukum adat di Bali tetapi ditolak oleh Buleleng dan Karangasem. Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840 Buleleng dan Karangasem dapat diduduki, namun semangat juang rakyat tetap berkobar dan mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga. Pertempuaran di muka Pura Dalam Jagaraga berakhir dengan gugurnya seisi pura yang dikenal sebagai puputan Jagarara.


TANAM PAKSA, 1830 – 1870
Perang Diponegoro mengakibatkan krisis keuangan bagi Belanda. Untuk mengatasi krisis tersebut Gubernur Jenderal Van Den Bosch memaksa rakyat di tanah Jawa menanami sebagian besar tanah mereka dengan tanaman yang laku di Eropa seperti nila, teh, kopi, lada, gula, dan kayu manis. Rakyat yang tidak memiliki tanah dipaksa bekerja di perkebunan-perkebunan. Bagi rakyat Indonesia tanam paksa merupakan eksploitasi yang luar biasa,mengakibatkan timbulnya kelaparan karena mereka tidak mempunyai kesempatan menggarap sawah ladang mereka.


KEGIATAN GEREJA DALAM PENYATUAN BANGSA
Gereja protestan dengan zendingnya giat mengadakan propaganda terutama di daerah-daerah yang keadaanya masih terbelakang. Pada tahun 1928 berdiri Perserikatan Kaum Christen dan Partai Kaum Masehi Indonesia. Keduanya merupakan bagian gerakan nasional. Selain bergerak dalam bidang agama juga bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Sehingga secara langsung membantu menyatukan bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan bangsa.


KARTINI, 1879 – 1904
Gerakan mengejar kemajuan pada akhir abad ke-19 terbukti dari kebutuhan akan pendidikan; Kartini tampil sebagai pendekar kaumnya ketika pandangan umum masih dihinggapi konservatisme yang kuat bagi anak perempuan. Buah pikiran Kartini untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakangan tercermin dalam surat-surat yang dikirim kepada sahabat-sahabat karibnya di negeri Belanda yang kemudian dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.


KEBANGKITAN NASIONAL, 20 MEI 1908
Politik kolonial Belanda tidak menghendaki rakyat Indonesia menjadi cerdas karena hal itu akan membahayakan kedudukan Belanda. Akhirnya pendidikan modern terpaksa diberikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga terdidik dan untuk meningkatkan masyarakat Indonesia sebagai pasar bagi industri Belanda. Kebangkitan kaum terpelajar Indonesia menimbulkan kesadaran nasional untuk menghimpun tokoh-tokoh pergerakan nasional diwujudkan oleh dr. Sutomo dan kawan-kawan dengan membentuk Boedi Utomo.


TAMAN SISWA, 3 JULI 1922
Politik pendidikan pada zaman penjajahan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan kolonial. Sebagai reaksi, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta yang kemudian berkembang dengan pesat sehingga mengkhawatirkan Belanda. Semangat nasionalisme sangat menjiwai kehidupan Taman Siswa. Pada tahun 1935 berlangsung kongres Pendidikan Nasional yang pertama dengan tujuan hendak menggalang persatuan dan mencari perumusan tentang pendidikan yang bersifat nasional.


DIORAMA SISI 3


MUHAMMADIYAH, 18 NOPEMBER 1912
Keadaan masyarakat Islam pada abad ke XIX pada permulaan abad XX sangat menyedihkan. Agama Islam telah banyak bercampur dengan berbagai ajaran yang bukan berasal dari Qur‘an dan Hadits. Bertolak dari keadaan tersebut, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan tujuan pokok mengadakan pembaharuan kehidupan agama Islam. Kegiatannya meliputi bidang-bidang keagamaan, pendidikan dan kemasyarakatan.


PERHIMPUNAN INDONESIA, 1922
Perjuangan mencapai Indonesia meredeka di luar negeri dipelopori oleh Mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Pada bulan Februari 1927 Perhimpunan Indonesia berjuang di forum internasional dengan mengambil bagian dalam Kongres Liga Anti Kolonialisme di Brussel. Selanjutnya propaganda Perhimpunan Indonesia semakin berani dan tajam sehingga pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap 4 orang pimpinannya yaitu Moh. Hatta, Abdul Madjid, Ali Sastroamidjojo, Natsir Datuk Pamuntjak, tetapi oleh pengadilan mereka dinyatakan tidak bersalah.


STOVIA (SEKOLAH DOKTER BUMI PUTERA), 1898 – 1926
Gagasan yang didengungkan dari gedung STOVIA, tempat lahir Boedi Oetomo untuk mempertinggi derajat bangsa mendapatkan dukungan diberbagai kota. Konsolidasi segera diadakan yaitu dengan menyelenggarakan Kongres pada tanggal 4-5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Boedi Oetomo tumbuh menjadi perhimpunan nasional yang umum dan besar sehingga apa yang telah dilakukan mahasiswa STOVIA dalam rapat tanggal 9 Mei 1908 dianggap sebagai lahirnya pergerakan nasional Indonesia.


DIGUL, 1927
Pergerakan untuk membebaskan bangsa dari penjajahan menyebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun 1926 dan 1927 timbul pemberontakan terhadap Belanda di Jawa Barat, Jawa tengah dan Sumatera Barat, akan tetapi dapat ditumpas dengan kejam. 13.000 orang ditangkap, diantaranya 1.300 orang dibuang ke Tanah Merah, Digul. Dalam perkembangan selanjutnya Digul menjadi tempat pengasingan bagi tokoh pergerakan nasional: antara lain Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir.


SUMPAH PEMUDA, 18 OKTOBER 1928
Dalam lingkungan pergerakan nasional Indonesia, para pemuda telah melahirkan berbagai ragam organisasi pemuda yang pada umumnya masih bersifat kedaerahan dan satu dengan yang lain tidak mempunyai hubungan. Iklim persatuan Indonesia mempengaruhi dan mendorong untuk membina satu pergerakan pemuda yang berjiwa nasional kesatuan. Usaha ke arah itu dilakukan dalam serangkaian kongres pemuda. Pada Kongres Pemuda yang kedua dicetuskan Sumpah Pemuda dan dikumandangkan untuk pertama kali lagu Indonesia Raya.


ROMUSYA, 1942 -1945
Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang. Untuk memenangkan perang, Jepang kemudian secara paksa mengerahkan seluruh tenaga dan kekayaan bumi Indonesia. Rakyat dikerahkan untuk melaksanakan kerja paksa pada objek vital dan sarana militer. Mereka mengalami siksaan dan tidak mendapatkan makanan yang cukup dan akibatnya berpuluh-puluh ribu romusya menemui ajal ditempat-tempat mereka bekerja.


PEMBERONTAKAN TENTARA PETA DI BLITAR, 14 PEBRUARI 1945
Pada bulan Oktober 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang membentukan tentara Pembela Tanah Air untuk membela tanah Jawa yang didukung para pemuda. Perasaan benci terhadap Jepang semakin mendalam ketika mereka bertugas membangun kubu-kubu pertahanan bersama para romusya. Menyaksikan penderitaan rakyat dan aspirasi untuk merdeka, Supriyadi memimpin batalyon PETA di Blitar mengadakan pemberontakan dengan menyerbu markas militer Jepang.


PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS 1945
Mengetahui bahwa Jepang kalah perang, rakyat Indonesia baik para pemuda maupun para pemimpin pergerakan kebangsaan berpacu dengan waktu untuk memperjuangkan cita-cita perjuangan yakni mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia selekas mungkin. Dalam pertemuan rahasia pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta, naskah proklamasi dirumuskan, ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.


PENGESAHAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945, 18 AGUSTUS 1945
Setelah kemerdekaan Indonesia di proklamasikan, para pemimpin bangsa dengan segera menyusun tatanan kehidupan negara. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia  mengadakan rapat di Pejambon, Jakarta. Rapat menghasilkan keputusan yang sangat penting mengenai ketatanegaraan Negara Indonesia, mensahkan Pancasila sebagai Landasan Falsafah Negara dan Undang-Undang Dasar 1945. Rapat juga memilih Soekarno dan Moh. Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.


HARI LAHIR ABRI, 5 OKTOBER 1945
Pada tanggal 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan pembentukan Barisan Keamanan Rakyat untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum didaerahnya masing-masing. Dalam perebutan kekuasaan terhadap Jepang dan perlawanan terhada Sekutu serta untuk memperkuat persaan kemanan umum disadari perlu suatu Angkatan Bersenjata yang tangguh maka pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mendekritkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat.


PERTEMPURAN SURABAYA, 10 NOPEMBER 1945
Pasukan Sekutu termasuk tentara dan opsir-opsir NICA mendarat di Surabaya pada bulan Oktober 1945, sehingga menimbulkan beberapa insiden yang kemudian meningkat menjadi pertempuran. Setelah Brigdjen Mallaby terbunuh, ultimatum dikeluarkan kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata mereka. Rakyat tidak menghiraukannya dan pada tanggal 10 Nopember 1945 pecah pertempuran hebat ketika Sekutu mengerahkan kekuatan darat, laut dan udara untuk membinasakan para pejuang Surabaya yang bertempur dengan semangat pantang mundur. Dan oleh rakyat Indonesia peristiwa ini diabadikan sebagai Hari Pahlawan.


KEGIATAN GEREJA KATOLIK ROMA DALAM PROSES PENYATUAN BANGSA
Gereja Katolik Roma dalam misinya mengumpulkan pemuda-pemuda dari pelbagai suku dan daerah sehingga terbentuk suatu masyarakat Katolik Roma yang didalamnya bersemi semangat Nasionalisme. Kegiatannya dalam bidang pendidikan dan sosial secara langsung membantu bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan terhadap cita-cita Indonesia Merdeka. Perhimpunan Politik Katolik Indonesia ikut menandatangani Petisi Soetardjo 1936 yang menuntut pemerintah kolonial untuk memerdekakan bangsa Indonesia.


DIORAMA SISI 4


GERILYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN 1945 – 1949
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan menggunakan peralatan perang sederhana, bergerilya bersama rakyat menghadapi musuh yang hendak menegakkan kembali kekuasaan Belanda. Untuk menegakkan kekuasaan Republik Indonesia di daerah-daerah yang dikuasai musuh disusun kantong-kantong gerilya yang dapat melaksanakan pertahanan secara berdiri sendiri dengan integrasi segenap kekuatan politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer.


JENDERAL SOEDIRMAN, 1948
Yogyakarta ibukota RI, direbut Belanda dalam aksi militer kedua tanggal 19 Desember 1948 dan pimpinan pemerintahan ditangkap. Merek dipindahkan ke Bukittinggi dengan membentuk pemerintahan darurat RI. Jenderal Soedirman yang waktu itu dalam keadaan sakit payah memimpin gerilya untuk melanjutkan perjuangan membela kemerdekaan. Jenderal Soedirman baru kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1944 setelah pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta sesuai dengan persetujuan antara Indonesia dengan Belanda.


PENGAKUAN KEDAULATAN, 27 DESEMBER 1949
Perjuangan gigih rakyat Indonesia melawan agresi militer Belanda serta tekanan Dewan Keamanan PBB memaksa Belanda kembali ke meja perundingan. Di Jakarta pada tanggal 7 Juli 1949 tercapai persetujuan untuk mempersiapkan suatu Konferensi Meja Bundar yang akan membicarakan pengakuan kedaulatan Indonesia. Dalam KMB di Den Haag, Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan di Indonesia pada Republik Indonesia Serikat. Upacara pengakuan kedaulatan di Jakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ditandai dengan pengibaran Sang Merah Putih.


KEMBALI KE NEGARA KESATUAN, 1950
Rakyat di setiap daerah menuntut pembubaran Negara Serikat. Karena tuntutan rakyat secara spontan, beberapa Negara bagian menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia yang merupakan Negara bagian dari RIS. Dalam perundingan antara RIS dengan Negara bagian RI tercapai kesepakatan tentang penghapusan bentuk federal dan berdiri kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian diumumkan oleh Mr. Soepomo pada tanggal 17 Agustus 1950.


INDONESIA MENJADI ANGGOTA PBB. 28 SEPTEMBER 1950
Dalam kehidupan bersama dan bermasyarakat di dunia, kerjasama antar bangsa dalam suatu wadah adalah sangat berguna untuk memelihara perdamaian dunia. PBB dan organisasi bawahannya bermanfaat untuk mengatasi sengketa antar Negara-negara yang telah merdeka dan mempercepat proses dekolonisasi. Menyadari hal itu dan mengingat bantuan dalam menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda, Indonesia terdorong menjadi anggota PBB.


KONPERENSI ASIA AFRIKA, 18 – 24 April 1955
Perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang timbul setelah berakhir perang dunia kedua, sewaktu-waktu dapat meletus menjadi perang nuklir. Menyadari akan bahaya ini, 30 negara Asia-Afrika mengadakan konperensi yang menghasilkan resolusi Dasasila Bandung. Asia-Afrika menjadi suatu kekuatan yang dapat menjadi penengah antara Blok Barat dan Blok Timur.


PEMILIHAN UMUM PERTAMA, 1955
Pemerintah menyadari bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sebagai salah satu sarana demokrasi. Pada tahun-tahun pertama berdirinya, Republik Indonesia harus menghadapi musuh dari luar sehingga pemilihan umum sulit dilaksanakan. Pemilihan umum dilaksanakan di seluruh Indonesia diikuti oleh 48 partai politik untuk memilih wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 29 September 1955 dan untuk memilih wakil-wakil rakyat di Dewan Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955.


PEMBEBASAN IRIAN JAYA, 1 MEI 1963
Upaya mengembalikan Irian Jaya ke pangkuan Republik Indonesia melalui perundingan selalu gagal. Ketika Belanda bermaksud membentuk pemerintahan boneka di Irian Jaya, Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Setelah Komando Mandala melancarkan operasi militer, Belanda terpaksa menyerahkan Irian Jaya melalui PBB. Pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara penyerahan Irian Jaya kepada Indonesia yang diwakili oleh Sudjarwo Tjondronegoro di Jayapura.


HARI KESAKTIAN PANCASILA, 1 OKTOBER 1965
Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup Bangsa yang telah berkali-kali mengalami percobaan, diuji kebenaran, keampuhan dan kesaktiannya. Pada tanggal 1 Oktober 1965, G30S/PKI melancarkan pemberontakan dan pengkhianatan dengan membunuh pimpinan TNI-AD, kemudian merebut kekuasaan negara. Keberhasilan ABRI dan rakyat yang berjiwa Pancasila di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto menggagalkan dan menumpas kudeta G30S/PKI merupakan kemenangan Pancasila. Pada tanggal 4 Oktober 1965 Mayor Jenderal Soeharto memimpin pengangkatan jenazah dari sumur di Lubang Buaya.


AKSI-AKSI TRI TUNTUTAN RAKYAT, 1966
Sejak kudeta berdarah G30S/PKI berhasil digagalkan dan ditumpas dalam waktu singkat, pemerintah orde lama menjadi goyah karena mengalami krisis politik dan ekonomi yang semakin parah. Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang disokong oleh segenap kekuatan Pancasila di dalam ABRI, partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa mengadakan demonstrasi tanggal 11 Januari 1966 – 11 Maret 1966 dengan mengajukkan Tri Tuntutan Rakyat.


SURAT PERINTAH 11 MARET 1966
Krisis yang menggoncangkan sendi-sendi negara sesudah kudeta G30S/PKI digagalkan menyebabkan pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat. Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan kewibawaan pemerintah dan keamanan nasional. Letjen Soeharto dengan cepat melaksanakan surat perintah 11 Maret 1966 dengan memenuhi dua di antara Tri Tuntutan Rakyat, yakni membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membersihkan kabinet dari Menteri-Menteri yang ada indikasi terlibat G30S/PKI.


PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT IRIAN JAYA, 1969
Untuk melaksanakan Persetujuan New York 1962 tentang penyerahan Irian Jaya kepada Indonesia diadakan PEPERA dibawah pengawasan PBB yang dilakukan dengan sistem perwakilan setiap kelompok melalui pemilihan secara bertingkat. Keputusan Dewan Musyawarah PEPERA dengan suara bulat memilih Irian Jaya tetap bagian RI yang kemudian disahkan oleh PBB pada tanggal 19 Nopember 1969 dengan 84 suara setuju, 6 menolak dan 30 abstain.


DIORAMA SISI 5


KONPERENSI TINGKAT TINGGI KE-10 NEGARA-NEGARA NON BLOK 1992
KTT ke-10 para kepala negara atau pemerintahan negara-negara non blok diselenggarakan di Jakarta, 1-6 September 1992. Presiden Soeharto dalam pidato pembukaan konperensi tersebut menegaskan perlunya suatu tata internasional baru berdasarkan perdamaian abadi, keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan pembangunan berkelanjutan. Wakil-wakil dari 100 negara yang merupakan anggota Gerakan Non Blok ikut serta di dalam konperensi tersebut: 8 Negara organisasi internasional dan gerakan pembebasan nasional menghadiri konperensi sebagai peninjau, delegasi tamu dari 22 negara organisasi internasional ikut hadir di dalam konperensi tersebut.


INTEGRASI TIMOR TIMOR, 1976
Keputusan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Timor Timur, 31 Mei 1976, di Dili, yang pada hakikatnya merupakan perwujudan kehendak rakyat sebagai mana tertuang dalam proklamasi integrasi Timor Timur, 30 Nopember 1975, di Balibo, mendesak pemerintah RI agar dalam waktu sesingkat-singkatnya menerima dan mengesahkan integrasi rakyat dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan RI.


DIORAMA SISI 6


ALIH TEKNOLOGI, 1995
Keberhasilan uji terbang perdana N-250 produksi Industri Pesawat Terbang Nusantara di Bandung, 10 Agustus 1995, merupakan prestasi putra-putri bangsa Indonesia yang membanggakan dalam upaya mengembangkan dan menerapkan teknologi tinggi di bidang kedirgantaraan. Berkaitan dengan itu, tanggal 10 Agustus ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.

No comments:

Post a Comment